Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Antara Keris 'Keberuntungan' dan Keris Pembawa Kesialan

Antara Keris 'Keberuntungan' dan Keris Pembawa Kesialan

Dunia Klenik - Mimpi menemukan bayi laki-laki tampan dan lucu malam itu ternyata pertanda bahwa Bima akan memperoleh sebilah keris. Tidak tahu sebabnya, pada keesokan harinya ia bertemu dengan seorang lelaki dan meski lelaki itu tak dikenal oleh Bima, namun tiba-tiba lelaki itu memberinya sebilah keris setelah meminta uang Rp.20.000 sebagai ongkos pulang sembari berpesan agar keris itu dirawatnya baik-baik.

Tak tahu karena kebetulan atau memang karena tuah keris tersebut, posisi/jabatan Bima di kantornya pelan tapi pasti mulai merambat naik, situasi itu dimanfaatkan oleh Bima untuk mulai menggeluti bisnis sampingan yang sudah lama di impikannnya. Dan sekali lagi, sepertinya keberuntungan berpihak pada Bima, bisnis sampingan yang semula adalah usaha kecil ini berkembang pesat menjadi sebuah toko besar dengan banyak pelanggan.

Lain Bima, lain pula apa yang dialami Walkey, kehidupan rumah tangganya acapkali dilanda pertengkaran, kehidupan di kantor pun demikian, selalu ada saja masalah yang membuat adu urat dengan sesama pegawai, dan parahnya lagi, anak bungsunya tak ada habisnya sakit-sakitan ada saja yang dikeluhkan mulai dari demam biasa sampai terakhir kata dokter kena gangguan radang broncheolus.

Sudah banyak konsultan, tim medis (dokter) bahkan orang pintar didatangi olehnya namun sejauh itu tak ada hasilnya. Hingga suatu ketika ia mendengar ada metode penyelesaian masalah rumah tangga dan penyakit dengan sebutan terapi ruqyah.

Dalam terapi tersebut, Sang Ustadz ahli ruqyah mengatakan bahwa ia memiliki pusaka yang “Berisi” jin jahat dan jin jahat itulah yang mengganggu keluarganya karena itu harus dibuang dengan dilarung ke sungai bila ingin semua masalahnya teratasi. Dengan terpaksa, akhirnya keris Singobarong berpamor Blarak Sineret itu dibuangnya ke sungai. 

Keris, Dipuja Sekaligus Ditakuti
Mungkin dua ilustrasi diatas adalah sedikit contoh kecil mengenai realita perkerisan di masyarakat kita. Keberadaan keris begitu dekat dengan hal-hal yang bernuansa mistis, hingga bagi yang merasa diuntungkan, maka keris begitu diagung-agungkan, dianggap keramat, dihormati bahkan sampai di puja-puja. Namun sebaliknya, mereka yang merasa dicelakakan oleh keris yang dimilikinya, maka keris menjadi benda yang ditakuti dan harus dibuang jauh-jauh.

Sayang sekali, karena minimnya apresiasi dan pengetahuan masyarakat terhadap keris sebagai salah satu benda cagar budaya yang harus dilindungi keberadaannya membuat masyarakat menelan begitu saja perintah orang-orang yang dianggap “Paham” agar membuang keris yang dimilikinya ke sungai atau ke laut, padahal masih terdapat cara “Buang” keris yang lebih baik yaitu dengan cara menghibahkannya ke museum-museum terdekat.

Bukan bermaksud antipati terhadap berbagai metode atau terapi pengobatan serta penyelesaian masalah-masalah rumah tangga dengan cara ruqyah sebagai metode yang pernah dilakukan dan diajarkan Nabi Muhammad SAW, kami berusaha meluruskan anggapan bahwa keris memiliki “Penghuni” yang dapat menjahati pemiliknya adalah tidak sepenuhnya benar.

Oleh karena itu, adalah hal yang sama sekali tidak bijaksana bila seorang pe-ruqyah, yang tidak dibekali pengetahuan yang mumpuni mengenai perkerisan untuk mengetahui mengapa keris tersebut membawa pengaruh negatif lantas menyuruh pasiennya untuk membuang pusaka yang dimilikinya karena pusaka-pusaka tersebut “dianggap” didiami makhluk jahat yang mengganggu pemiliknya sebab sebenarnya bisa jadi efek tersebut muncul karena adanya ketidak-cocokan antara keris dengan sang pemilik sehingga membawa pengaruh buruk. 

Malapetaka, Sakit-sakitan Hingga Kematian
Kisah dari sejarah mencatat, bahwa tidak semua keris membawa pengaruh positif bagi pemiliknya malahan banyak diantaranya yang justru membawa keburukan dan petaka bagi sang pemilik. Oleh karena itu, berbekal dari pengalaman dan cerita-cerita mistis yang kerap terjadi dan dialami oleh para penggemar dan pemilik keris pusaka, maka masyarakat secara garis besar membagi keris menjadi dua golongan besar yaitu; yang pertama adalah keris-keris pembawa keberuntungan dan yang kedua adalah keris-keris pembawa kesialan bagi pemiliknya. 

Di berbagai cerita sejarah yang telah menjadi dongeng yang melegenda, masyarakat mengenal cerita keris pembawa kesialan bagi Dinasti Rajasa, dimana para keturunan Ken Arok yakni keris buatan Empu Gandring yang menewaskan Ken Arok beserta tujuh keturunannya. Dipercaya keris ini membawa kesialan akibat kutukan Sang Empu yang harus meregang nyawa akibat tusukan keris buatannya sendiri karena Ken Arok tidak sabar bila keris pesanannya harus terlalu lama selesai dibabar.

Kemudian sejarah juga mencatat Keris Kiai Margopati milik Sunan Amangkurat I (1645-1677M), Seorang Raja dinasti Mataram Islam sebagai salah satu keris pembawa petakaa. Semenjak awal Empu Madrim, yaitu pem-babar-nya, telah menolak untuk membuat keris ini karena meteor yang jatuh menimpa rumah dan menewaskan tujuh penghuninya tersebut adalah meteor yang memiliki kandungan besi berjenis Besi Kumbayana, dimana ia berhawa panas, cepat marah dan brangasan. Walau begitu, Madrim tidak mampu menolak perintah karena Amangkurat memberi pilihann yang sulit, antara mem-babar keris tersebut atau dihukum pancung akibat menolak perintah raja.

Dan akhirnya ketakutan itu terbukti, Kyai Margopati dipergunakan untuk mengeksekusi 50 ulama yang dituduh membantu pemberontakan Trunojoyo di Jawa Timur serta membunuh 40 selirnya yang dituduh berkhianat. Dan tragisnya, pelaksanaan seluruh eksekusi itu dilakukan dengan tangannya sendiri. 

Bukan hanya kisah pedih, namun sejarah perkerisan juga mencatat kisah-kisah bahagia yang dipercaya akibat dari tuah sebilah keris pusaka.

Wabah penyakit, perampokan, bencana alam, perang saudara, serta berbagai kekacauan di akhir masa pemerintahan Majapahit begitu parah dan menyentuh semua sisi kehidupan masyarakat. Malahan saking parahnya, seolah tak ada lagi cara lagi untuk menyelesaikan kemelut di bumi Majapahit kala itu. Dan, masyarakat seolah memahami bahwa itu adalah Sandyakalaning Majapahit, atau saat-saat menjelang kejatuhan Majapahit.

Terlepas dari aspek sosiopolitis yang diartikan beberapa pengamat perkerisan mengenai lahirnya Keris Nagasasra, namun kenyataannya, Keris ber-dapur Nagasasra yang konon merupakan babaran Dyan Supa yang dibantu Sunan Kalijaga ber-paraban Kiai Segara Wedang ini yang sejak awal dibuat sebagai tumbal nagari agar terhindar dari seribu malapetaka ini atas kuasa Tuhan mampu memancarkan tuahnya secara maksimal sehingga beberapa waktu kemudian Majapahit sempat mengalami masa-masa indah, sebelum kemudian runtuh total akibat perang saudara yang berkelanjutan dan serangan Raden Patah dari Demak sebagai pewaris sah tahta Majapahit terhadap Keraton yang tengah dikuasai Girindrawardhana.. 

Di kehidupan masyarakat kita sekarang ini pun, kisah mengenai keris pembawa keberuntungan dan pembawa kesialan seringkali kita dengar. Sobat duniaklenik.com, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai perkerisan membuat keris-keris yang dianggap bertuah buruk harus berakhir mengenaskan, karena dibuang atau di-larung di sungai atau di laut padahal keris adalah salah satu mahakarya seni yang harus dilestarikan keberadaannya. Tak jarang pula kita mendengar berbagai cerita yang ada dan berkembang di masyarakat mengenai keris yang dapat membawa malapetaka bagi pemiliknya seperti rumah tangganya berantakan, pemilik dan keluarganya sakit-sakitan hingga menimbulkan kematian.

Benda Paling Pribadi Laki-laki Jawa
Satu yang pasti dimana itu menjadi pertanyaan adalah bagaimana sebilah keris mampu membawa pengaruh pada sang pemilik baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif dan apakah dugaan sebagian orang yang mengatakan bahwa pengaruh negatif itu muncul akibat adanya ”Sosok jahat” yang menghuni keris.

Bila sobat duniaklenik.com membaca artikel ini dari awal, untuk menjawab dua pertanyaan ini tidaklah terlalu sulit bukan?. Sebagai benda yang dibuat secara pribadi untuk pribadi yang lain, sosok keris adalah barang yang bersifat sangat pribadi, boleh dibilang ia tak dapat dipinjam-pinjamkan bahkan meski hanya untuk dilihat saja, sebab pada dasarnya keris adalah benda paling pribadi bagi para lelaki, khususnya lelaki dalam masyarakat Jawa.

Berdasarkan sejarahnya, memang keris dibuat sebagai barang yang bersifat privat dan personal karena itu pada zaman dahulu seorang empu hanya membuat keris berdasarkan pesanan seseorang saja. Oleh karenanya, prosedur pembuatan sebilah keris terlebih dahulu dihitung berdasarkan hal-hal pribadi si pemesan termasuk diantaranya wuku, weton, katakteristik, serta pekerjaan calon pemilik keris. Sesudah diketahui, lantas sang Empu melakukan semedi untuk memikirkan dan mencari petunjuk bagaimana bentuk dan jenis keris, pamor, dhapur, bahan besi hingga doa atau sugesti yang dimasukkan yang akan di-babar-nya dan ketika sudah diketahui kesemuannya itu, barulah keris yang dimaksud dibuat dan di-babar.

Pemilihan dan pengerjaan keris akan dilakukan dengan sangat berhati-hati dan penuh ketelitian agar nantinya tidak membawa efek negatif bagi si pemilik keris. Sebuah kesalahan kecil dapat berakibat fatal seperti kisah Mpu Banyu Aji saat membabar keris Kyai Setan Kober yang di kemudian hari menjadi pusaka Arya Penangsang. Ketika membaca mantra, konon, sang Empu salah ucap dari yang seharusnya Aywa Kudu Wani yang arti barang siapa yang memegang keris ini, jadilah orang sabar tetapi salah ucap menjadi Aywa Tan Wani, siapa yang memegang keris ini jadilah berani dan sejarah mencatat keberanian Arya Penangsang yang luar biasa.

Secara esoteri, tuah keris pun dibuat berdasarkan pertimbangan yang bersifat sangat pribadi sehingga tuah keris yang dipesan para pedagang selalu berkisar pada kejayaan berdagang, tuah keris seorang Raja, Bupati dan Wedana selalu mengenai kepemimpinan, keris seorang guru, ulama, dan dhalang wayang selalu berkaitan dengan kemampuan berbicara dan lain-lainnya. Sesudah proses pembuatan keris selesai, si pemesan lantas mengambil keris yang diinginkannya seraya membawa sejumlah barang sebagai mahar untuk melunasi biaya pembuatan keris yang diinginkannya.

Pada zaman dahulu, ongkos atau mahar pembuatan keris sangat luar biasa tingginya, harga sebilah keris bisa setara dengan lima hingga belasan ekor kerbau, kira-kira lima puluh hingga ratusan juta rupiah jika dinilai dengan mata uang sekarang. Tidak hanya itu saja, bila si pemesan merasa puas, maka ia tak segan-segan memberi sang empu hadiah, ada yang berupa tanah, perhiasan/emas, kedudukan/jabatan hingga diberikan wanita untuk dinikahkan dengan sang Empu.

Karena setelah sebilah keris selesai dibuat, maka keris itu akan menjadi bagian penting dari kehidupan pribadi pemiliknya sehingga hal-hal yang bersifat pribadi seorang laki-laki Jawa saat itu, contohnya perkawinan dapat diwakilkan kepada kerisnya. Bahkan Rafless dalam sebuah karyanya yang terkenal, History of Java mencatat Javanesse man fell nude without krises, Lelaki Jawa akan merasa telanjang tanpa menyandang keris sebagai kelengkapan berbusana. 

Sebagai benda pribadi, berbagai upaya pun dilakukan guna menjaga kerahasiaan kerisnya salah satunya dengan mengganti gonjo kerisnya dengan gonjo wulung karena ada orang-orang tertentu yang memang bisa melihat kekuatan tuah keris hanya dengan melihat bagian bawah gonjo yang terlihat ketika sebilah keris disarungkan ke dalam warangka-nya.

Lunturnya Kawruh Paduwungan
Sebagai benda yang sangat berharga, keris kemudian menjadi dianggap sebagai benda yang pantas diwariskan kepada anak cucunya. Kemudian keris pun menjadi benda pusaka yang diturunkan dari generasi ke generasi. Para generasi terdahulu, umumnya masih begitu memahami berbagai ajaran-ajaran kejawen termasuk di dalamnya kawruh padhuwungan atau ilmu pengetahuan mengenai seluk beluk perkerisan, antara lain berisi pengetahuan jenis besi, nama dapur dan pamor hingga masalah tanjeg atau kecocokan tuah keris terhadap pemiliknya.

Dengan pengetahuan tersebut, ketika seseorang sudah tua dan merasa sudah saatnya memberikan keris kepada anak-anaknya, para generasi tua terlebih dahulu melakukan usaha pencocokan mengenai siapa dari anaknya yang cocok ngagem pusakanya dan memberi penjelasan kepada anak-anaknya yang lain yang kebetulan tidak mendapatkan warisan pusakanya bahwa putra yang dipercaya ngagem pusaka hanyalah putra yang “kuat” membawa pusaka tersebut.

Penggunaan istilah “kuat” sebenarnya hanyalah alasan yang lebih mudah diterima daripada menjelaskan secara panjang lebar bahwa tidak semua anak-anaknya dapat cocok dengan tuah pusaka tersebut. Sobat duniaklenik.com, proses pewarisan pusaka dengan cara seperti ini dapat dikatakan hampir pasti tidak membawa pengaruh negatif kepada generasi yang mendapatkan warisan keris karena pada zaman itu seorang ayah atau kakek memahami dua hal sekaligus, memahami ilmu perkerisan dan memahami karakter dan pribadi calon pewaris keris-kerisnya sehingga ketika keris tersebut jatuh di tangan sang pewaris keris itu mampu bertuah sebagaimana mestinya tanpa ada dampak negatif.

Seiringnya perkembangan waktu dan kemajuan zaman, nilai-nilai kejawen yang termasuk di dalamnya kawruh padhuwungan pun mulai ditinggalkan masyarakat akibatnya tak banyak lagi masyarakat yang tahu dan memahami masalah perkerisan dengan baik sementara proses pewarisan keris dari generasi ke generasi terus berlangsung sebagaimana mestinya. Akibatnya, mulai muncullah masalah antara keris dan pemiliknya. 

Pengaruh Positif dan Pengaruh Negatif
Sebagai benda pribadi, keris dibuat secara khusus agar memiliki tuah yang sesuai dengan kepribadian dan kebutuhan pemiliknya sehingga kekuatan-kekuatan tuah keris dapat secara maksimal mendukung upaya pemiliknya untuk mencapai cita-cita atau keinginannya.

Dari pengungkapan misteri kekuatan tuah dapat kita ketahui bahwa keris yang mampu memberi pengaruh positif kepada pemiliknya adalah keris-keris yang kekuatan-kekuatan tuahnya secara keseluruhan sesuai dengan apa yang dibutuhkan pemiliknya untuk mencapai cita-cita yang diinginkannya demikian pula sebaliknya, pengaruh negatif dari sebilah keris muncul karena kekuatan-kekuatan tuah keris tak sesuai dengan apa yang dibutuhkan pemilik keris. Artinya, dugaan masyarakat kita selama ribuan tahun yang menyatakan bahwa pengaruh-pengaruh itu muncul karena ulah makhluk halus yang mendiami sebilah keris tak dapat sepenuhnya dibenarkan karena pada dasarnya kekuatan tuah bukan sekedar berasal dari kekuatan makhluk halus.

Sebagai contoh, melalui pendekatan auratis dan sugesti posipnotis mengenai tuah keris dapat diketahui bahwa keris-keris yang dianggap membawa pengaruh negatif sebagai penyebab perpecahan dan pertengkaran dalam rumah tangga bisa jadi dikarenakan keris tersebut dulunya sebenarnya diciptakan untuk piandel berperang sehingga menimbulkan sugesti keberanian dan tak kenal rasa takut bagi pemiliknya. 

Karenanya, jika keris tersebut disimpan oleh suatu keluarga dengan karakter masing-masing pribadinya adalah pendiam, flamboyan dan romantis tentu saja tak cocok karena akan tuah keris tersebut mensugesti pemiliknya menjadi pribadi yang tegas, temperamental, berani dan tak kenal takut sehingga ketika ada masalah kecil yang muncul sebagai kewajaran dalam rumah tangga akan diselesaikan dengan sebuah pertengkaran besar. Pertengkaran-pertengkaran inilah yang dapat memicu sebuah perceraian.

Demikian pula keris-keris yang dipercaya dapat membawa pengaruh sakit-sakitan hingga kematian secara ilmiah dengan teori-teori yang penulis ungkapkan seperti teori aura maupun teori posipnotis. Sobat pembaca duniaklenik.com, Aura buruk yang dipancarkan keris akan merusak sistem bio-elektrik seseorang sehingga mempengaruhi kinerja sel, jaringan hingga organ pemiliknya hingga menyebabkan sakit-sakitan bahkan berujung pada kematian yang dalam bahasa kedokteran disebut disfungsi sub-organ and organ.

Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tudingan yang menyatakan bahwa keris dapat membuat seseorang menjadi sakit-sakitan dan rumah tangganya berantakan akibat makhluk halus penghuninya mengganggu manusia adalah sangat kurang beralasan, sebab pengalaman dan sejarah menunjukkan efek buruk dari sebilah keris baru muncul ketika keris tersebut tak cocok dengan pemiliknya, dan bila cocok dengan pemiliknya bi idznillah keris justru mampu mendatangkan manfaat bagi pemiliknya. 

Bukti-Bukti Sejarah
Perjalanan sejarah bangsa membuktikan bahwa para pemimpin, pejuang, dan orang-orang sukses terdahulu yang dalam kehidupan dekat dengan pusaka, kesuksesan-kesuksesan yang diraihnya selalu didukung oleh pusaka-pusaka yang tepat.

Pusaka milik Arya Penangsang adalah pusaka yang tepat sehingga keberaniannya tak tertandingi oleh siapapun, bahkan dalam kondisi terluka parah dengan usus terburai pun tak mengikis keberaniannya sehingga mati sebagai seorang ksatria pemberani.

Panglima Besar Jenderal Sudirman didampingi pusaka yang tepat sehingga berkali-kali diselamatkan Tuhan dari serangan Belanda meski kondisi fisiknya sangat lemah dan harus ditandu ketika memimpin perang gerilya melawan Belanda.

Presiden Soekarno juga memiliki pusaka-puska yang luar biasa sehingga selama hidupnya, bahkan hingga wafat, menjadi pusat kekaguman bukan hanya bagi masyarakat Indonesia tetapi juga bagi masyarakat dunia.

Dengan keris yang tepat pula, Kanjeng Kyai Ageng Sengkelat, pusaka yang mensugestikan keabadian dan kelanggengan kekuasaan Presiden Soeharto sukses memimpin bangsa ini dalam jangka waktu yang luar biasa panjangnya, 32 tahun.

Dari bukti-bukti sejarah tersebut dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa agar tuah pusaka-pusaka yang kita miliki dapat mengantar kita pada kesuksesan yang kita inginkan maka hal yang paling penting yang harus sobat pembaca duniaklenik.com lakukan adalah : Mencocokkan Pusaka-pusaka kita dengan apa yang ingin kita raih! Dengan demikian, keris-keris yang kita miliki akan mampu menjadi keris pembawa keberuntungan, bukan sebaliknya keris pembawa kesialan.

Post a Comment for "Antara Keris 'Keberuntungan' dan Keris Pembawa Kesialan"